Diberdayakan oleh Blogger.
RSS
Post Icon

Makalah Tafsir


BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
            Sandang atau pakaian merupakan salah satu kebutuhan utama manusia. Sementara ilmuan berpendapat bahwa manusia baru mengenal pakaian sekitar 72.000 tahun yang lalu. Menurut mereka , homo sapiens nenek moyang kita yang berasal dari Afrika merasa gerah menetap disatu tempat. Akib atnya sebagian dari mereka berpindah dari satu tempat ketempat yang lain dan bermukim di daerah dingin. Nah,disana dan sejak saat itulah mereka berpakaian yang bermula dari kulit hewan guna menghangatkan badan mereka.
            Semua manusia kapan dan di manapun, maju maupun ter belakang beranggapan bahwa pakaian adalah kebutuhan. Kelompok nudis pun yang menganjurnkan menanggalkan pakaian, merasa membutuhkannya, paling tidak ketika mereka merasakan sengatan dingin. Masyarakat Tuarek di Gurun Sahara, Afrika Utara, menutupi badan mereka dengan pakaian, agar terlindung dari sengatan panas  matahari dan pasir yang biasa beterbangan di Gurun yang terbuka itu. Masyarakat yang ada di kutub mengenal pakaian tebal yang terbuat dari kulit dan bulu agar mampu menghangatkan badan mereka.
            Disisi lain, pakain berkaitan juga dengan rasa keindahan. Seorang yang berada di pedalaman  Papua misalnya, ketika memakai koteka ratusan tahun yang lalu, pastilah merasa ada unsur keindaha yang ditimbulkannya. Sebagaimana halnya seorang diplomat Negara maju yang mengenakan jas dan “balck tie” pada acara- acara khusus. Disisi lain pula pakaian menjadi tolak ukur dari penampilan. Ada banyak cara yang dilakukan tampil sesuai dengan keinginan, berbagai macam hal dipergunakan untuk mencapai keinginan. Seperti halnya wanita Afrika yang menusuk bibirnya, wanita India melubangi hidungnya, atau pada umumnya wanita melubangi daun telinganya, kesemuanya itu dilakukan untuk berupaya menampilkan keindahan melalui apa yang dilakukan dan dipakainya. Pada lain hal seseorang yang memiliki aib semacam kekurangan  pada bagian tubuhnya akan menggunakan pakaian tertentu untuk menutupinya.
            Tak dapat dipungkiri, pakaian dapat memberi dampak psikologis bagi pemakainya. Cobalah kepesta dengan menggunakan pakaian sehari-hari pasti anda akan merasa minder, sebaliknya anda akan merasa lebih percaya diri jilka memakai pakaian istimewah.
            Pakaian adalah produk budaya sekaligus tuntunan agama dan moral. Dari sinilah lahir apa yang dinamakan pakaian tradisional,daerah dan nasional, juga pakaian resmi untuk perayaan tertentu,profesi tertentu begitu pula pakaian untuk pakaian beribadah. Namun perlu dicatat, sebagian dari tuntunan agama pun lahir dari budaya masyarakat, karena agama sangat mempertimbangkan kondisi masyarakat sehingga menjadikan adat istiadat yang tidak bertentangan dengan nilai-nilainya sebagai salah satu pertimbangan hukum “Al-Adatul Muhakkimah".
            Menurut sementara pakar bahwa bentuk pakaian yang dianjurkan oleh agama juustru lahir dari budaya yang berkembang ketika itu. Namun yang jelas dan tak dapat dipungkiri bahwa moral, cita rasa keindahan, dan sejarah bangsa ikut serta menciptakan ikatan-ikatan khusus bagi anggota masyarakat yang antara lain melahirkan bentuk pakaian dan warna-warni favorit tertentu.

B.     RUMUSAN MASALA
            Untuk membatasi obyek pembahasan dalam makalah ini maka kami merasa perlu memberikan rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Ayat-ayat tentang pakaian dalam al-Qur’an
2.      Penafsiran kata-kata pakaian dalam al-Qur’an menurut M. Qurais Shihab.
3.      Fungsi-fungsi pakaian menurut tuntunan al-Qur’an

C.     TUJUAN
            Salah satu bukti kemajuan ilmu pengetahuan dibidang tafsir al-Qur’an adalah munculnya para ahli-ahli tafsir dan menuangkan penafsiran pemikirannya dalam bentuk karya. Contoh yang paling penomenal sekarang ini adalah “Tafsir al-Misbah” karya Prpf. Dr. M Quraish Shihab. Dalam makalah ini penyusun akan memaparkan pandangan beliau mengenai uraian al-Qur’an tentang pakain, tujuannya adalah untuk memgetahui pandangan beliau tentang hal tersebut bagi penyusun secara pribadi, dan kepada orang yang membacanya secara umum.









BAB II
PEMBAHASAN
URAIAN AL-QUR’AN TENTANG PAKAIAN
(Menurut Prof. Dr. M. Quraish Shihab)

A.  [Surah al-A’raf (7)22]
              Dalam kitab suci Al-Qur’an, Allah SWT. melukiskan keadaan nabi Adam as dan pasangannya Hawa sesaat setelah melanggar perintah Tuhan mendekati sebuah pohon. Pada awalnya Tuhan melarang Adam dan Hawa untuk mendekati pohon itu, namun oleh karna tergoda dengan tipu daya setan akhirnya keduanya terpedaya. Adam dan Hawa mendekati bahkan sampai-sampai keduanya mencicipi buah pohon tersebut. Redaksi dalam Al-Qur’an dapat kami uraikan sebagai berikut :
            “Maka ia menurunkan keduanya dengan tipu daya. Maka tatkala keduanya telah merasakan buah pohon itu, nampaklah bagi keduanya sauat-sauatnya, dan mulailah keduanya yakhshifani/ menutupinya dengan daun-daun surga. Dan Tuhan mereka menyeru mereka berdua: bukankah Aku telah melarang kamu berdua melampaui pohon itu dan Aku katakana kepada kamu berdua: sesungguhnya setan itu bagi kamu berdua adalah musuh yang nyata.”[ QS. al Al-A’raf (7)22]
            Kurang lebih seperti itulah redaksi ayat yang melukiskan keadaan nabi Adam dan Hawa. Penyusun mengankat  terjamahan ayat diatas dari kitab  Tafsir al-Misbah volume ke-4 halaman 57”.
            Lebih awal penyusun katakan bahwa, kami tidak akan membahas secara menyeluruh ayat diatas dah begitu pula ayat selanjutnya, sebab kami membatasinya dengan memaparkan tentang pakaian yang ada dalam Al-Qur’an.
            Dalam ayat yang telah diuraikan diatas terdapat kata “yakhshifani”yang berarti menutupi terambil dari kata “khashafa” yang berarti menempelkan sesuatu pada sesuatu yang lain. Contoh yang diungkapkan oleh para pakar bahasa tentang kata ini adalah menempelkan lapisan baru pada lapisan yang telah usang agar menjadi lebih kuat. Ayat ini memberikan isyarat bahwa Adam as. dan pasangannya tidak menutupi aurat dengan sekedarnya saja atau dengan selembar daun saja akan tetapi, kata “yakhshifani” yang tercantum pada ayat diatas berarti “daun diatas daun.” Setelah menutupinya dengan satu daun, kembali menutupinya satu daun lagi diatas daun yang sebelumnya. Ini mereka lakukan agar auratnya benar-benar tertutupi seakan menandakan tak ada cela yang tersisa yang dapat memperlihatkan auratnya. Dari ayat ini pulah dapat dipahami bahwa menutup aurat merupakan fitrah manusia yang diaktualkan oleh Adam as. dan pasangannya pada saat kesadaran mereka muncul sekaligus menandakan bahwa siapa yang belum memiliki kesadaran, seperti halnya anak-anak dibawah umur maka mereka tidak segan membuka dan memperlihatkan auratnya.
            Ada dua pelajaran penting yang bisa kita petik dari makna kata “yakhshifani” pada ayat diatas.
1.      Kata “yakhshifani” yang terangkat dari kata “khashafa” berarti menempelkan sesuatu pada sesuatu yang lain. Al-Qur’an memberi isyarat bahwa pakaian yang disyari’atkan oleh agama adalah pakaian yang benar-benar menutup aurat bukan pakaian mini atau pakaian yang transparan/tembus pandang.
2.      Kata “yakhshifani” itu sendiri berarti menutup. Ini memberi isyarat bahwa pakaian yang sifatnya tidak menutup tidak disyari’atkan oleh agama. Seperti halnya pakaian yang ketat yang dapat memperlihatkan lekak-lekuk tubuh. Pakaian yang semacam ini sifatnya tidak menutup akan tetapi membungkus sebab memperlihatkan bentuk tubuh yang sebenarnya.

B. [Surah al-A’raf (7)26]
            Dalam surah ini mengandung pesan tentang ni’mat Tuhan antara lain ketersediaan pakaian yang dapat menutup aurat yang dipruntuhkan untuk hanba-hamba-Nya.

            Hai anak-anak Adam, sesungguhny kami telah menurunkan kepada kamu pakaian untuk menutupi sauat-sauat kamu dan bulu. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat. [QS. al-A’raf (7)26]

            Kata “libas” bermakna umum, yaitu segala sesuatu yang dipakai dalam hal ini seperti penutup badan, penutup kepala ataukah segalah seseuatu yang dikenakan ditangan, dijari atau dilengan seperti cincin dan gelang. Kesemuanya ini dicakup dlam kata “libas”.
            Satu hal yang patut dicermati dari penggalan kata “libas” yang telah disebutkan, itu hanya tertuju pada hal lahiriyah saja atau pakaian yang tampak dengan kasat mata. Sama seperti yang telah dibahas pada ayat sebelumnya [QS. al-A’raf (7)22] bahwa fungsi utama pakaian itu adalah menutup aurat. Dalam ayat ini, kembali ditegaskan bahwa Allah SWT. telah menurunkan pakaian sebagai anugrah, atau sebagai nikmat kepada anak-cucu Adam. Lebih dalam lagi makna dari pakaian disini bukan berarti dalam bentuk pakaian yang telah utuh sebagai pakaian seperti yang telah difahami selama ini, akan tetapi menurunkan bahan yang bisa dijadikan pakaian, atau menyiapkan bahan pakaian untuk dijadikan pakaian dan digunakan untuk sebagaimana mestinya.
            Kata “risy” pada mulanya berarti bulu, namun karena bulu binatang merupakan hiasan dan hingga kini masi dipakai oleh sementrara orang sebagai hiasan, baik dikepala maupun yang melilit dileher, kata tersebut dapat dipahami dalam arti pakaian yang berfungsi sebagai hiasan. Dari sini kita juga bisa memetik ibrah bahwa agama memberi peluang yng cukup luas untuk memperindah diri dan mengekspresikan keindahan agar pemakainya terlihat indah dan menawan.
            Dalam ayat ini pulah Allah SWT. menyebutkan “libas at-taqwa” inilah penggalan ayat diatas yang berarti pakain ruhani. Rasulullah SAW. melukiskan iman sebagai sesuatu yang tidak berbusana dan busananya atau pakaiannya adalah taqwa. Bila seseorang telah mengenakan pakaian taqwa, “ma’rifat akan menjadi modal utamanya, pengendalian diri ciri aktivitasnya, kasih asas pergaulannya, kerinduan pada Ilahi tunggangannya, zikir pelipur hatinya, keprihatinan adalah temannya, ilmu menjadi senjatanya, sabar busananya, menyadari kelemahan dihadapan Allah adalah kebanggannya, tidak terpukau oleh kemewahan dan kemegahan dunia, kepercayaan diri adalah harta simpanannya, kebenaran menjadi andalannya taat adalah kecintaannya,jihad adalah kesehariannya dan shalat adalah buah cindra mata kesayangannya”.
            Jika pakain taqwa telah menghiasi jiwa seseorang, akan terpelihara identitasnya, anggun penampilannya. Anda akan menemukannya selalu bersih walau miskin, sederhana walau kaya, tangan dan hatinya selalu terbuka. Tidak berjalan membawa fitnah, tidak menghabiskan waktu dalam bermain, tidak menuntut yang bukan haknya, dan tidak menahan hak orng lain. Bila beruntung ia selalu bersyukur, bila diuji ia bersabar, bila berdosa ia istigfar, bila bersalah ia menyesal, dan bila dimaki ia tersenyum sembari berucap: jika makianmu salah, semoga Allah SWT mengampunimu, jika makianmu benar adanya aku bermohan semoga Allah SWT mengampuniku.
            Ayat ini menyebutkan pakaian takwa yakni pakaian ruhani. Setelah sebelumnya menyebutkan pakaian jasmani yang menutupi  kekurngan-kekurangan jasmaniyah. Pakaian ruhani menutupi hal-hal yang dapat memalukan dan memperburuk penampilan manusia jika ia terbuka. Keterbukaan aurat jasmani dapat menimbulkan rasa perih dalam jiwa, hanya saja rasa perih atau malu yang dirasakan bila aurat ruhani terbuka jauh lebih besar daripada keterbukaan aurat jasmani, baik di dunia lebih-lebih lagi di akhirat.

C.   [Surah al-A’raf(7) 31]
            Hai anak-anak Adam, pakailah pakaian kamu yang indah disetiap masjid, dan makan seta minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah SWT. tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.” [QS. al-A’raf(7) 31]
           
            Anjuran yang terdapat dalam ayat diatas adalah menghendaki kita memakai pakaian yang indah minimal dalam bentuk menutup aurat. Ini kita dapat baca dalam tafsir al-Misbah volume ke-5 karya M. Quraish Shihab sebagai berikut:”hai anak-anak Adam, pakailah pakaian kamu yang indah minimal dalam bentuk menutup aurat karena membukanya pasti buruk. Lakukan itu di setiap memasuki dan berda di masjid. Baik masjid dalam arti bangunan khusus, maupun dalam pengertian yang luas, yakni persada bumi ini.”



D.   [Surah an-Nahl(12) 81]
            “Dan Allah SWT. menjadikan bagi kamu dari apa yang telah Dia ciptakan tempat-tempat bernaung, dan Dia jadikan bagi kamu tempat-tempat tertutup di gunung-gunung, dan Dia jadikan bagi kamu pakaian yang memelihara kamu dari panas dan pakaian yang memelihara kamu dalam peperangan. Demikianlah Alla SWT. menyempurnakan ni’matNya atas kamu agar kamu berserah diri.”
            Kata “sarabil” dalam penggalan ayat diatas adalah bentuk jamak dari akar kata “sirbal” yang berarti pakaian yang menutupi anggota tubuh manusia dengan tujuan apapun seperti baju atau perisai. Ayat diatas tidak menyebutkan secara tersirat memelihara dari sengatan dingin, ini disebabkan salasatunya karna ditempat turunnya ayat di Mekah manusia lebih merasakan sengatan panas daripada dingin. Ini bukan berarti al-Qur’an luput dari hal itu sebab nikmat kehangatan sudah disebutkan dalam ayat yang lain. Perlu dipahami pula bahwa sifat bahasa al-Qur’an yang cendrung kepada  ijmal” yaitu penyingkatan, seringkali mencukupkan penyebutan satu hal, walau yang dimaksudnya lebih dari satu hal, jika dari konteksnya dapat dipahami.

E.   [Surah al-Ahzab(33)59]
            Hai anak Adam! Katakanlah kepada istri-istrimu anak-anak perempuanmu dan wanita-wanita orang-orang mukmin agar mereka mengulurkan atas diri mereka jilbab mereka. Itu  menjadikan mereka lebih mudah dikenal sehingga mereka tidak diganggu dan Allah Maha pengampun lagi Maha penyayang. [QS. al-Ahzab(33)59]           

            Prof. Dr. M. Quraish Shihab dalam tafsir al-Misbah-nya tidak mencantumkan pendapat khusus darinya. Beliau hanya mengutip beberapa pendapat ulama sebagai berikut:
            Kata “jalabib” adalah bentuk jama’ dari kata “jilbab” yang maknanya diperselisihkan oleh ulama. Al-Biqa’I menyebutkan beberapa pendapat antara lain: baju yang longgar ataun kerudung penutup kepala wanita, atau pakaian yang menutupi  baju dan kerudung yang dipakainya, atau semua pakaian yang menutupi wanita. Semua pendapat ini menurut Al-Biqa’I dapat merupakan makna dari kata tersebut diatas. Kalau dimaksud dengannya adalah baju, maka ia adalah menutup tangan dan kakinya. Bila kerudung, maka perintah mengulurkannya adalah menutupi wajah dan lehernya. Kalau maknanya pakaian yang menutupi baju, maka perintah mengulurkannya adalah melonggarkan sehingga menutupi semua badan dan pakaian.
            Thabathaba’i memahami kata jilbab dalam arti pakaian yang menutupi seluruh badan atau kerudung yang menutupi kepala dan wajah wanita.
            Ibn Asyur memahami kata jilbab dalam arti pakaian yang klebih kecil dari jubah, tapi lebih bbesar dari kerudung atau penutup wajah. Ini diletakkan diatas kepala wanita dan kedua sisi kierudung itu terulur melalui pipi hingga keseluruh bahu dan belakangnya. Beliao menambahkan, model jilbab bisa bermacam-macam sesuai perbedaan keadaan (selera) wanita dan diarahkan oleh adat kebiasaan. Tapi tujuan  yang dikehendaki  ayat adalah menjadikan mereka leb ih mudah dikenal sehingga mereka tidak diganggu.

F.    Fungsi-fungsi pakaian
            Dari uraian ayat-ayat diatas dapat kami sebutkan fungsi-fungsi pakaian menuru tuntunan al-Qur’an sebagai berikut:
1.Sebagai penutup sauat-sauat atau aurat [QS.al-A’raf(7)26]
2.      Sebagai hiasan [QS.al-A’raf(7)26]
3.      Pemelihara atau pelindung [QS.an-Nahl(16)81]
4.      Sebagai pembeda identitas (deferensiasi) [QS.al-Ahzab(33)59]
5.      Sebagai penutup kekurangan (aib) [QS.al-A’raf(7)26]

            Demkianlah fungsi pakaian yang disebutkan dalam al-Qur’an yang jumlahnya paling sedikit ada 5 hal utama. Namun dari kelimah hal tersebut, dalam al-Quru-‘an terdapat pula uraian khusus tentang “libasu at-taqw” pakaian ketaqwaan. Inilah sebenarnya inti sari dari tuntunan al-Qur’an tentang segala hal yang berkaitan dengan pakaian. Sebagaimana yang telah penyusun uaraikan sebelumnya bahwa jika ini tertanam dalam lubuk hati manusia maka sangat besar kemungkinan tidak ada penyalagunaan pakaian. Perbedaan paradikma akan fungsi utama dari pakaian dapat terjadi disebabkan karna kurangnya kesadaran untuk mempelajari dan mendalami tuntunan al-Qur’an dalam berpakaian. Dalam aplikasinya yang terjadi pada masyarakat, keindahan terkadang menjadi pilihan utama dari pada menutup aurat. Inilah yang membuat sebagian orang melenceng dan cenderung megabaikan tuntunan syari’at. Padahal sudah sangat jelas bahwa fungsi utama pakaian menurut tuntunan al-Qur’an adalah menutup aurat.
           













BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
          Dalam pembahasan ini penyusun akan memberi kesimpulan mengenai ketentuan pakaian menurut pendapat prof. Dr. M. Quraish Shihab. Dalam hal ini bersifat anjuran sebagai berikut:

1.    Jangan bertabarruj.
           Kata “ghaira mutabarrijatin bi zinah” dalam al-Qur’an [QS.an-Nur(24)60] dalam arti, jangan sampai mereka menampakkan “perhiasan” dalam pengertian yang umum, yang bias any tidak ditampakkan oleh wanita baik-baik, atau memakai sesuatu yang tidak wajar dipakai. Seperti ber-make up secara berlebihan, berbicara secara tidak sopan, atau berjalan dengan berlenggak lenggok dan segala macam sikap mengundang perhatian pria. Menampakkan sesuatu yang biasanya tidak ditampakkan kecuali kepada suami, dapat mengundang decak kagum pria lain yang pada gilirannya dapat menimbulkan rangsangan atau mengakibatkan gangguan dari yang usil. Jangan berkata “hanya sedikit” yang terlihat atau diperlihatkan, karena sering kali menampakkan yang sedikit justru menimbulkan rangsangan yang lebih besar dari pada menampakkan yang banyak.

2.   Jangan mengundang perhatian pria.
Hal ini dapat dilihat pada makna penggalan ayat dalam al-Qur’an [QS. an-Nur(24)31]. Pesan ayat ini tidaklah diperselisihkan bahwa segala bentuk pakaian, gerak-gerik, ucapan, serta aroma yang bertujuan atau dapat mengundang fitnah (rangsangan birahi) serta perhatian yang berlebihan adalah terlarang.

3.   Jangan memakai pakaian transparan dan ketat.
  Pakaian yang menampakkan kulit atau dapat dilihat langsung seperti diterawan dan pakaian yang ketat hingga menampakkan lekak-lekuk tubuh pasti akan mengundang bukan hanya perhatia, tetapi bahkan rangsangan.

4.   Jangan memakai pakaian yang menyerupai pakaian pria.
           Hal ini sangat jelas dilarang oleh Rasulullah SAW. Sebagaimana beliau      pernah bersabda: “ Allah SWT. mengukut wanita-wanita meniru (sikap) lelaki dan lelaki-lelaki yang meniru (sikap) wanita” [HR. Ahmad, Abu Daud dan Ibnu Majah. Dari Abu  Hurairah]. Perlu dicatat bahwa peranan adat kebiasaan dan niat disini sangat menentukan.
          
           Imam Abu Hanifa ra. pernah berkata, “apa yang kami ungkapkan itu adalah pendapat. Kami tidak memaksakannya pada seseorang pun, kami juga tidak berkata bahwa seseorang harus menerimanya secara terpaksa. Siapa yang memiliki pendapat lebih baik dari apa yang kami sodorkan, maka hendaklah ia menghidangkannya.”



B.     KRITIK DAN SARAN
            Dimata non muslim, terkadang sebagian dari kita umat Islam dinggap sebagai tidak konsisten dalam menjalankan syari’ah. Bila dutinjau lebih jauh memang ada betulnya, agaknya peradaban umat islam sudah berpindah tempat. Sebuah organisasi kebangsaan pernah mengadakan penelitian dan hasilnya memang sangat mencengangkan. Modus penelitian adalah persoalan integritas. Coba kita bayangkan kita di Indonesia, yang mayoritas penduduknya muslim tapi Negara yang mengaplikasikan ajaran Islam sesungguhnya bukanla Negara kita akan tetapai, menurut hasil penelitian yang mengaplikasikan hal tesebut adalah sepuluh Negara yang mayoritas penduduknya non muslim dan yang berada diurutan pertama adalah New Seland (Selandia Baru).
            Seharusnya hasil penelitian tersebut bisa menjadi pukulan telat bagi kita umat muslim. Dan menjadi pelajaran penting untuk kita semua. Sudah kah selama ini kita berusaha menerapkan syari’ah dengan baik? Utamanya dalam persoalan budaya berbusana. Tak dapat disankal bahwa realita yang ada yang menjadi trend dikalangan remaja saat ini adalah budaya barat yang sudah nyata idak sesuai yang dikehendaki agama kita.
            Kenapa Negara kita sekarang terpuruk dibandingka dengan Negara-negara lain? Tidak usah terlalu jauh menengok, lihat saja Negara tetangga kita Malaysia, Indonesia lebih dulu merdeka tapi kemajuan Malaysia dibidang ilmu pengetahuan dan teknologi, sudah jauh diatas Indonesia.
            Selama umat muslim jauh dari tuntunan al-Qur’an dan as-Sunnah maka mungkin kita umat muslim tidak akan pernah meraih kemajuan seperti yang telah diraih dahulu dalam sejarah dimasa kejayaannya. Jadi solusinya saatnyalah kita kembali kepada al-Qur’an da as-Sunnah sebab segalah sesuatu yang berhubungan dengan kepentingan manusia dalam hal ini khususnya berbusana sudah diatur dalam al-Qur’an dan as-Sunnah.  
           
           
          
          








           

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar: